Lulusan Pesantren ini Lumpuh Mati Separo, Butuh Modal Usaha untuk Menafkahi Keluarga. Ayo Bantu!!
Pria jebolan pesantren ini sudah enam tahun terbaring mati separo badan akibat kecelakaan kerja. Meski fisiknya lumpuh, semangat juangnya sangat tinggi untuk menafkahi keluarga. Namun penghasilan dari jualan makanan ringan dan membuat hiasan kaligrafi tidak cukup untuk menafkahi 4 orang di rumahnya. Ia butuh modal usaha sekitar 16 juta untuk membuka warung agar bisa mandiri.
BANDUNG, Infaq Dakwah Center (IDC) – Mulanya Rahmat Farhan adalah pemuda bertubuh normal, sehat dan gagah, sampai menikah dengan Ai Marlina, mojang berjilbab di kampungnya. Meski dalam kondisi ekonomi yang ala kadarnya, pasangan belia ini hidup bahagia dalam keluarga sakinah.
Namun semua berubah pada tahun 2008. Setelah dikaruniai seorang anak, pria berusia 33 tahun ini makin semangat mencari nafkah keluarga. Ia tak malu bekerja kasar sebagai kuli bangunan meski memiliki pendidikan cukup bagus, sebagai alumnus sebuah pesantren Islam di daerahnya.
Sebuah petaka menimpa, Farhan mengalami kecelakaan kerja saat mengerjakan atap rumah di Bandung. Kayu yang diinjak tidak kuat sehingga ia terjatuh dalam posisi yang fatal. Tulang belakangnya pun patah dan ia mengalami kelumpuhan.
“Saya sakit begini sudah enam tahun. Dulu gara-garanya jatuh dari ketinggian 5 meter, terus tulang belakang saya patah, sudah nggak bisa jalan sampai sekarang,” ujar Farhan kepada relawan IDC yang menjenguknya, Ahad lalu.
Farhan sempat dibawa berobat ke rumah sakit. Dokter menyatakan patah tulang belakangnya harus cepat dioperasi untuk menghindari kelumpuhan, tapi biayanya sangat mahal. Farhan pun diminta menyediakan uang sekitar 70 juta rupiah untuk biaya operasi. Sebagai pekerja bangunan bergaji rendah, mustahil Farhan bisa mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu singkat. Terkendali dana, Farhan dibawa pulang ke rumah tanpa mendapatkan pelayanan medis yang maksimal.
Sebagai alternatif, ia hanya bisa ikhtiar menjalani pengobatan sekedarnya sesuai kemampuan di puskesmas, sampai pada akhirnya dokter memvonis cacat seumur hidup.
“Waktu itu sudah diperiksa, kata dokter nggak bisa sembuh, cacat seumur hidup,” kenangnya sambil berbaring di tempat tidurnya yang terlihat kusam dan kumal.
Setelah bertahun-tahun berlalu tanpa pengobatan yang berarti, kondisi Farhan semakin memprihatinkan. Separuh badan bagian bawah sudah mati rasa. Seluruh organ tubuh dari pusar sampai ujung kaki tidak bisa digerakkan dan tak bisa merasakan apapun. Buang air besar dan buang air kecil pun tidak terasa, sehingga tempat tidurnya dibuat lubang untuk pembuangan feses, dan untuk buang seninya selalu dipasang pispot. Sementara kakinya makin lama kian mengecil.
“Jadi dari pinggang ke bawah ini mati rasa, nggak bisa jalan, nggak berasa apa-apa. Kalau buang air kecil, buang air besar juga nggak berasa. Makanya tempat tidur saya dibolongi, di bawah ada pispot untuk buang air,” tutur ayah satu orang putra itu.
....Saya khawatir pendidikan anak saya. Saya ingin dia bisa terus sekolah. Saya ingin punya warung di rumah. Karena kondisi saya kan begini, jadi kalo ada warung bisa buat memenuhi kebutuhan sehari-hari...
Meski sudah divonis cacat seumur hidup, Farhan tak pernah putus asa. Ia selalu berikhtiar semampunya untuk mengobati penyakitnya, sambil berharap kepada Allah agar mengaruniakan keajaiban kesembuhan. Farhan masih rutin berobat ke rumah sakit dan menjalani terapi pijat urut bila ada rezeki. Biaya sekitar 500 ribu rupiah untuk sekali berobat sangat memberatkan baginya. Selain biaya berobat, ia harus membayar tukang ojek untuk keluar ke jalan raya dan menyewa mobil menuju rumah sakit. Biaya transport ini mahal karena tempat tinggalnya tidak terjangkau angkutan umum. Untuk keluar ke jalan raya harus melalui jalan setapak yang berkelok-kelok dan naik-turun di persawahan sekira 3 km.
“Paling sekarang terapinya diurut, sama berobat ke dokter hanya diberi vitamin. Sekali berobat bisa sampai lima ratus ribu termasuk biaya buat transport,” paparnya.
Untuk meringankan beban hidupnya, Farhan sempat mengajukan permohonan ke beberapa lembaga donasi. Namun bantuan yang diterima hanya cukup untuk biaya hidup mereka beberapa hari saja.
Hari-hari Farhan saat ini hanya dihabiskan di tempat tidur. Jebolan pesantren Islam di Bandung ini ikhlas dan bersabar menjalani ujian yang menimpanya. Selain istri setia dan anak shalihnya, hiburan setianya saat ini adalah ibadah. Ia semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan shalat, zikir, membaca Al-Qur'an, dan membaca kitab yang pernah dipelajari di pesantren. Untuk meredam kebosanan di pembaringan, ia menuangkan uneg-uneg dan pemikirannya di buku harian.
DALAM KELUMPUHAN TETAP SEMANGAT MENCARI NAFKAH
Meski fisiknya lumpuh mati separo, Farhan tak pernah melupakan tugasnya sebagai kepala rumah tangga. Dalam kelumpuhan itu ia tak hanya pasrah berdiam diri. Dengan semangat yang tinggi, ia terus berusaha untuk menafkahi keluarga yang terdiri dari tiga orang: istri, anak dan ibu yang sudah renta.
Jendela samping rumahnya disulap menjadi etalase mini untuk menjual makanan ringan kepada tetangga sekitar. Keuntungannya tidak terlalu besar, sekitar 5.000 hingga 10.000 rupiah perhari karena modalnya sangat minim.
Selain itu, dari pembaringannya, Farhan menekuni hobinya sejak di pesantren dengan berkarya membuat hiasan kaligrafi islami berbahan aluminium. Tapi kegiatan ini tidak rutin, hanya menunggu pesanan temannya. Bila tidak ada pesanan maka ia tidak bisa berkarya karena tidak punya modal untuk membeli bahan baku kaligrafi. Dari karya kaligrafi aluminium ini, Farhan mendapat imbalan 5.000 rupiah perbingkai.
“Kegiatan saya hanya di tempat tidur, baca Al-Qur’an, baca kitab, dan bikin kaligrafi itu pun kalau ada orderan dari teman,” ucapnya.
Tentunya, penghasilan ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup empat orang di rumahnya.
...Dari pembaringan Farhan menekuni hobi membuat hiasan kaligrafi berbahan aluminium. Tapi tidak rutin, hanya menunggu pesanan temannya. Upahnya 5.000 rupiah perbingkai...
ISTRI SHALIHAH BERSABAR MENGURUS SELAMA 6 TAHUN LEBIH
Saat blusukan ke rumah Farhan yang cukup terpelosok, Tim IDC yang dipimpin langsung oleh Direktur IDC ini sangat tersentuh dengan keharmonisan keluarganya. Keluarga ini begitu ramah, ceria dan nampak bahagia, meski sangat sederhana. Kedatangan Relawan IDC yang tanpa pemberitahuan ini disambut hangat oleh seisi rumah, termasuk sang nenek dan cucunya. Suasana semakin religius karena rumah itu berada di samping pesantren Al-Ikhlas di Kampung Balier Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat.
Ai Marlina, sang istri, terlihat sabar dan tawakkal dengan kondisi suami tercintanya. Dengan penuh kasih sayang, wanita berusia 28 tahun itu merawat sang suami, mulai dari menyiapkan makanan, memandikan, buang air kecil sampai buang hajat.
Selama enam tahun lebih mengurus suami yang lumpuh, ia tidak pernah mengeluh apalagi menyesal dengan kondisi yang dialaminya saat ini.
“Kalau saya sih biasa aja. Ya harus sabar namanya juga cobaan hidup dari Allah,” ucapnya ringan.
Ketabahan sang istri itu menambah kekuatan dan semangat hidup Farhan agar tetap optimis menjalani ujian Allah sepenuh kesabaran.
“Alhamdulillah istri saya sangat sabar mengurus. Dia tidak pernah mengeluh sedikit pun. Ya, inilah karunia Allah terbesar dalam hidup saya saat ini,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Selain itu, kebanggaan Farhan saat ini adalah prestasi sekolah Maulana Manda Wahakah, putra tunggalnya. Anak itu sangat cerdas sehingga selalu berprestasi sebagai juara pertama di sekolah SD Islam tak jauh dari rumahnya. “Maulana ini anak yang cerdas. Ia selalu jadi juara satu di sekolah,” tuturnya sembari menunjukkan piala yang tergeletak di atas meja.
BUTUH MODAL USAHA WARUNG UNTUK NAFKAH KELUARGA
Meski fisiknya cacat lumpuh seumur hidup, Farhan memiliki harapan besar terhadap anak semata wayangnya. Ia ingin menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi agar kelak tumbuh menjadi anak yang shalih dan berguna bagi agama dan maslahat bagi umat Islam.
“Harapan saya ya, karena kondisi saya begini, saya agak khawatir pendidikan anak saya. Saya ingin dia bisa terus sekolah. Anak saya sebenarnya pintar, dari kecil sekolanya dapat ranking terus,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membiayai sekolah anaknya, Farhan berobsesi membuka warung di rumahnya.
Di sisi lain, untuk membantu mencukupi biaya hidup sehari-hari, Farhan berkeinginan memiliki warung, karena hanya ini usaha yang memungkinkan untuk dijalaninya.
Namun untuk membuka warung ia butuh modal awal sekitar 16 juta rupiah. Dana ini diperlukan untuk membangun warung kecil-kecilan di depan rumahnya, yang disambung dengan kamar tidurnya. Dengan desain seperti ini, ia bisa melayani pembeli dari kursi roda di kamarnya jika sang istri berhalangan menunggu warung.
“Saya sih ingin punya warung di rumah. Karena kondisi saya kan begini, jadi kalo ada warung bisa buat memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tutupnya.
PEDULI KASIH SESAMA MUKMIN
Beban berat yang harus dipikul Rahmat Farhan adalah beban kita juga. Karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam” (Muttafaq ‘Alaih).
Infaq untuk membantu meringankan beban keluarga Rahmat Farhan insya Allah akan mengantarkan menjadi pribadi beruntung yang berhak mendapat kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat...” (HR Muslim).
Infaq untuk membantu keluarga Rahmat Farhan bisa disalurkan dalam program Infaq Produktif IDC:
- Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605 a/n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri Syar’iah (BSM), No.Rek: 7050.888.422 a/n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank CIMB Niaga, No.Rek: 675.0100.407.006 a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
- Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497 a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC)
CATATAN:
- Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.005.000,- Rp 505.000,- Rp 205.000,- Rp 105.000,- 55.000,- dan seterusnya.
- Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: infaqdakwahcenter.com.
- Bila biaya program ini sudah tercukupi/selesai, maka donasi dialihkan untuk program IDC lainnya.
- Info: 08999.704050, 08567.700020; PIN BB: 2AF8061E; BBM CHANNEL: C001F2BF0