Poster Dakwah
DITIMPA MUSIBAH BERTUBI-TUBI, KELUARGA MUALLAF HIDUP MEMPRIHATINKAN, AYO BANTU...!!!
Aisyah Evriyanti Evelyn. Muallaf mantan Katolik ini harus berjuang menjadi ibu sekaligus ayah demi menghidupi kelima anaknya. Padahal kondisi fisiknya sangat rapuh karena mengidap kanker kelenjar tiroid dan leukimia. Hidup serba kekurangan dan kerap pindah kontrakan karena sering telat membayar sewa, ia tetap tabah menghadapi ujian hidup. Betapapun pahitnya hidup, ia tetap tegar mewujudkan mimpi anak-anaknya menjadi pejuang Dakwah Islam. Dua anaknya sudah menghafal Al-Quran 17 juz dan 5 juz. Ayo Bantu..!!
JAKARTA, Infaq Dakwah Center (IDC) – Evriyanti Evelyn, wanita blasteran Jerman-Jawa ini lahir di Jakarta 40 tahun silam dari pasangan campuran Piet Blond yang berdarah Jerman dengan Astuti, wanita berdarah Jawa. Sejak kecil ia hidup dalam keluarga Katolik fanatik, karena sang kakek adalah seorang misionaris Katolik.
Masa kanak-kanak hingga remaja, Evelyn dididik ketat dalam iman Katolik. Ia pun aktif mengikuti Sekolah Minggu Kolonia dan rajin beribadat di Gereja Santo Yosep Matraman Jakarta Timur. Pendidikan agama Katolik tersebut menjadikan Aisyah meyakini doktrin trinitas, yang menjadi inti iman Kristiani.
“…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus…” (Matius 28:18-20).
“Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu” (I Yohanes 5:7).
HIJRAH MENJADI MUSLIMAH DENGAN NAMA AISYAH
Perkenalan Evelyn dengan Islam berawal ketika ia duduk di bangku kelas 3 SMP. Ia takjub ketika melihat teman-temannya yang Muslim mengamalkan ajaran Islam.
“Ini kok beda dengan keluarga saya, dengan papa yang Katolik. Berikutnya saya resah. Kemudian suatu malam saya bermimpi berkali-kali, ada orang yang membacakan surat Al-Ahad (Al-Ikhlas),” ujarnya kepada Relawan IDC, Kamis (5/4/2018).
Mimpi itu terus membekas di hatinya. Surat Al-Ikhlas yang sering ia dengar di sekolah, terbawa hingga mimpi dan menjadi pengantar mendapatkan hidayah. Dari sinilah ia bertanya dan mempelajari hingga memahami bahwa Tuhan adalah Allah yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan:
“Katakanlah (Muhammad) "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia” (Qs Al-Ikhlas 1-4).
Bertahun-tahun hidup dalam pergolakan iman, ketika duduk di bangku SMK, Evelyn tak menyia-nyiakan hidayah Ilahi. Tanpa ragu, ia pun mengikrarkan dua kalimat syahadat dan mengganti nama hijrahnya menjadi Aisyah.
“Hal yang membahagiakan saya, semenjak saya masuk Islam hati saya merasa tentram dan nyaman. Saya belum pernah merasakan ketentraman batin seperti yang saya rasakan ketika masuk Islam,” paparnya.
...Keputusan saya masuk Islam ditentang keras oleh keluarga papa. Saya pernah diusir keluar dari rumah, tapi dari situ saya tetap sabar...
Namun keputusan beralih ke jalan Islam itu tak berjalan mulus, tapi mendapat tentangan keras dari pihak keluarga.
“Dengan kesadaran sendiri saya memutuskan untuk masuk Islam tetapi ditentang oleh keluarga terutama papa. Saya pernah diusir keluar dari rumah, tapi dari situ saya tetap sabar,” kenangnya.
Mendapat penentangan keras tak membuat Evelyn putus asa.Ia terus berdoa dan berusaha secara perlahan mengenalkan dakwah Islam kepada keluarganya. Berkat ketulusan dan kesantunannya, akhirnya sang ayah luluh, menerima hidayah dan memutuskan masuk Islam pada tahun 2001 dengan nama hijrah Muhammad Arifin.
Namun suasana damai dalam keluarga Islam itu tak berlangsung lama. Setahun kemudian sang ayah berpulang menghadap Allah Ta’ala. Sejak menyandang status yatim, suasana keluarga Evelyn berubah drastis menjadi seba sulit.
“Keluarga besar papa putus hubungan dan semua keluarga tidak ada yang mau menerima. Bahkan ketika papa meninggal dunia, mereka tidak sudi menghadiri pemakaman,” kenangnya sambil meneteskan air mata.
Setamat SMK, Evelyn berusaha meringankan beban orang tua dengan bekerja sebagai penjaga toko buku. Ia pun menjadi tulang punggung keluarga demi menafkahi ibu dan adik-adiknya yang masih kecil.
SELALU TABAH MENGHADAPI UJIAN HIDUP YANG DATANG SILIH BERGANTI
Dalam perjuangan hidupnya yang kian berat, Evelyn mendapat penghiburan setelah menemukan pujaan hati sebagai sandaran hati. Ia menikah dengan pemuda Muslim dan dikaruniai lima orang anak: Ammar Farras Zahid, Biyan Fakhri Ramadhan, Chairil Fasha Izzani, Chairul Aliy Al-Barra dan Chaira Najma Syakira.
Tetapi di balik kebahagiaan pernikahannya, Evelyn harus menghadapi ujian yang datang silih berganti. Ia menjadi single parent setelah berpisah dengan sang suami. Dengan susah payah ia
Kini ia harus menjadi ayah sekaligus ibu, berjuang mati-matian menghidupi anak yatimnya seorang diri. Meski demikian, ia tak mengeluh, bahkan menganggap ujian tersebut sebagai anugerah yang harus dihadapi dengan tabah.
“Semenjak suami tidak ada, keadaan memang menjadi semakin sulit buat kami. Apalagi saat ini saya masih memiliki anak-anak yang masih kecil,” tuturnya.
Bak jatuh tertimpa tangga, ujian hidupnya semakin berat ketika kondisi fisik Evelyn melemah dan mudah pingsan. Bahkan untuk menggendong anak balitanya pun ia tak sanggup. Setelah diperiksa ke rumah sakit, ternyata ia menderita kanker kelenjar getah bening (limfoma) dan leukimia.
“Mungkin karena pikiran yang terlalu berat, saya menderita penyakit kelenjar getah bening. Kalau sedang kambuh sering pingsan di jalan. Kalau keadaannya sangat lemah sekali sering tidak bisa bangun dari tempat tidur. Bahkan kalau sedang kambuh, lidah, tenggorokan tidak berfungsi untuk makan,” ungkapnya.
...Di balik beratnya ujian hidup, Evelyn selalu bahagia dan bersyukur karena Allah mengaruniakan anugerah terbesar berupa anak-anak yang shalih berprestasi. Anak keduanya kini sudah menghafal Al-Qur'an 17 juz Al-Qur'an...
Dua penyakit kanker yang berbahaya itu, membuat Evelyn tak bisa banyak beraktivitas. Ia kini tak lagi bisa bekerja menafkahi anak-anak yatimnya. Jangankan bekerja, beraktivitas normal seperti sedia kala pun sulit. Kini, satu-satunya mata pencaharian untuk bertahan hidup hanya dari sang ibu yang setiap hari berdagang nasi uduk dan kue gorengan.
“Alhamdulillah, saya masih dibantu ibu saya. Saya tinggal bersama ibu saya dan kelima anak saya. Dari situ saya berusaha untuk bertahan hidup. Memang ada saja kendala, di antaranya kesehatan anak-anak jadi kurang terpantau. Apalagi anak saya yang paling kecil sudah tiga tahun ini belum bisa bicara dan belum bisa berjalan, itu yang sangat menyita energi,” paparnya.
Kondisinya amat memprihatinkan dan serba kekurangan, tinggal mengontrak berpindah-pindah karena sering bermasalah dengan telatnya membayar biaya kontrakan.
Di balik terpaan ujian yang tiada henti, Evelyn selalu bahagia dan bersyukur, karena Allah mengaruniakan anugerah terbesar, yaitu anak-anak yang tumbuh menjadi generasi shalih, cerdas dan berprestasi. Anak kedua Aisyah, Biyan Fakhri Ramadhan, kini sudah menghafal 17 juz Al-Qur'an, sedangkan anak ketiganya, Chairil Fasha Izzani, sudah menghafal 5 juz Al-Qur'an. Mereka menuntut ilmu di pondok pesantren dan bercita-cita menjadi juru dakwah dan penghafal Al-Qur'an.
PEDULI KASIH MUALLAF: AYO BANTU KELUARGA MUALLAF AGAR HIDUP MANDIRI
Beban berat yang dipikul Aisyah Evriyanti Evelyn adalah beban kita semua, karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam” (Muttafaq ‘Alaih).
Semoga dengan membantu meringankan beban muallaf ini, Allah menjadikan kita sebagai pribadi beruntung yang berhak mendapat kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala.
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat...” (HR Muslim).
Infaq untuk membantu kesulitan hidup muallaf Aisyah bisa disalurkan dalam program Peduli Kasih Muallaf:
- Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605 a.n: Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri Syari’ah (BSM), No.Rek: 7050.888.422 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Bukopin Syariah, No.Rek: 880.218.4108 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BTN Syariah, No.Rek: 712.307.1539 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mega Syariah, No.Rek: 1000.154.176 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank CIMB Niaga, No.Rek: 80011.6699.300 a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
- Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497 a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC).
CATATAN:
- Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 9.000 (sembilan ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.009.000,- Rp 509.000,- Rp 209.000,- Rp 109.000,- 59.000,- dan seterusnya.
- Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: infaqdakwahcenter.com.
- Bila bantuan sudah tercukupi/selesai, maka donasi dialihkan untuk program IDC lainnya.
- VIDEO:
- Info: 08122.700020 - 08567.700020