Poster Dakwah
Masuk Islam Satu Keluarga, Rudy Chow Liung Kehilangan Pekerjaan. Ayo Bantu Khitan dan Moda
.
Pasca hijrah memeluk Islam, Rudy Chow Liung Kiun dan seluruh keluarganya meninggalkan bisnis peralatan sembahyang Klenteng/Vihara sehingga jadi pengangguran kehilangan pekerjaan dan ekonominya ambruk. Dengan ekonomi ambruk, mereka pindah ke rumah petak kontrakan yang sempit ukuran 3x4 meter, sumpek dan berjubel.
Untuk bangkit dari keterpurukan, ia butuh biaya khitan dan modal usaha 34 juta rupiah untuk merintis bisnis yang halal. Ayo Bantu.!!
BEKASI, Infaq Dakwah Center (IDC) – Rudy Chow Liung Kiun (44) mengikrarkan dua kalimat syahadat pada bulan Maret 2019 di Masjid Lautze dengan nama hijrah Rudy Hanafi. Sementara sang istri, Lay Suan Kiau (41) menyusul menjadi muallaf beberapa bulan kemudian dengan nama hijrah Millah Kurniasih. Tak ketinggalan ketiga anaknya pun hijrah menjadi Muslim: Christian Anderson, Freya Eldora dan Leonel Ederson.
Hidup bertauhid dalam Islam, hidup keluarga muallaf mantan Budha Tionghoa ini menjadi lebih tenang, damai, berkelimpahan berkah, rahmah dan kasih sayang. Meski ujian iman datang silih berganti.
Demi akidah, tanpa pikir panjang ia tinggalkan bisnis peralatan sembahyang Klenteng sehingga harus kehilangan pekerjaan dan ekonominya ambruk. Mereka pun terpaksa pindah ke rumah petak kontrakan yang sempit dan sumpek di pinggiran Kota Bekasi. Ruang tamu, kamar tidur sekaligus dapur tumplek jadi satu dalam satu ruangan. Saking sempitnya, sang istri terpaksa memasak di luar rumah, bercampur dengan jemuran pakaian dan tempat sampah.
Untuk bangkit dari keterpurukan, Rudy tidak ingin menjadi peminta-minta. Dengan pengalaman berdagang, ia butuh solusi pinjaman modal usaha untuk memulai bisnis agar bisa menafkahi keluarganya dengan rezeki yang halal. Ia butuh dana sebesar 34 juta rupiah untuk membuka usaha konter ponsel dan asesoris.
...Rumah petak sempit 3 x 4 meter persegi ini dihuni muallaf Rudy Chow beserta istri dan ketiga anaknya untuk segala aktivitas, termasuk aktivitas intim suami istri...
MENGEMBARA KE BERBAGAI AGAMA MENCARI IMAN YANG HAKIKI
Meski di jemaat Klenteng Kota Bekasi terbilang penganut Budha yang rajin beribadah, namun Rudy Chow sering merasa galau dengan kebenaran imannya. Ia pun melakukan pengembaraan iman dengan mengkaji berbagai agama, demi mengarungi bahtera kehidupan yang hakiki.
Pria asal Singkawang Kalimantan Barat ini bahkan pernah dibaptis saat menempuh pendidikan di sekolah Katolik. Tak heran bila ia menyematkan nama-nama Kristen kepada ketiga anaknya, yakni: Christian Anderson (12), Freya Eldora (10) dan Leonel Ederson (3).
“Sebelumnya saya mengenal dan mengkaji agama Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Saya termasuk orang suka mencari tahu,” ujar Rudy Chow kepada Relawan IDC, Rabu (5/2/2020).
Rudy Chow mengungkapkan perbandingan Islam dengan agama sebelumnya. Dulu untuk beribadah di klenteng harus merogoh kocek yang dalam untuk membeli berbagai persembahan kepada para dewa seperti dupa, buah-buahan, kue, manisan, lilin dan lain sebagainya.
“Apalagi saat Imlek, kita diharuskan membeli hio, menyembah ke klenteng atau vihara, harus membeli buah-buahan, permen (manisan) dan mungkin ada juga persembahan-persembahan lainnya itu atas biaya sendiri. Bagi orang-orang miskin, beribadah dua kali setiap bulan saja sudah sangat berat,” ungkapnya.
Di tengah pengembaraan iman, Rudy Chow sering bermimpi bersentuhan dengan ibadah shalat. “Saya suka mimpi lihat orang shalat. Indah sekali kebersamaannya, nyaman sekali. Shalat pun teratur dan tepat waktu,” jelasnya.
Akhirnya Rudy Chow melabuhkan pilihan iman kepada Islam, bermula saat ia penasaran dan mencoba mencari tahu tentang Islam di sebuah masjid di kawasan Grand Wisata Bekasi. “Tahun lalu menjelang Ramadhan 2019, saya main ke masjid Al-Ikhlas Dukuh Bima, saya bertemu dengan Ustadz Anwar dan berdiskusi banyak hal tentang Islam,” kenangnya.
Merasa jiwanya tertarik dengan ajaran Islam, Rudy Chow pun berkunjung ke Masjid Lautze Jakarta Pusat. Masjid yang didirikan oleh Haji Abdul Karim Oei ini dikenal lebih dekat dengan jamaah Muslim kalangan etnis Tionghoa.
Tepat pada hari Ahad 17 Maret 2019, Rudy Chow pun mengikrarkan dua kalimat syahadat di Masjid Lautze, namanya pun berganti menjadi Rudy Hanafi.
Setelah memeluk Islam, Rudy Hanafi Chow merasakan betapa kuatnya spirit ketenangan, kekhusyukan dan kebersamaan. Ia melihat Islam sebagai agama yang penuh dengan rahmat kasih sayang, sehingga memiliki jalinan ukhuwah yang erat.
“Saya tertarik dengan persaudaraan Islam. Yang saya lihat kaum Muslimin itu kalau shalat bareng-bareng (berjamaah, ed.), persaudaraannya kuat dan sistem peribadatannya sangat teratur. Itu yang membuat saya tertarik,” paparnya.
“Muslim itu persaudaraannya kuat, saling melindungi saling peduli memberikan solusi,” imbuhnya.
Ia pun sangat senang bisa beribadah dengan rutin. Karena dalam Islam, tata cara beribadahnya sangat sederhana, cukup menutup aurat, datang ke masjid shalat lima waktu dan shalat sunnah lainnya, tanpa mengeluarkan biaya.
LAY SUAN KIAU: SANG ISTRI MENJEMPUT HIDAYAH ILAHI
Melihat sang suami memeluk Islam, Lay Suan Kiau tak begitu saja mengekor menjadi muallaf. Baginya, agama adalah perkara besar.
Dua bulan berselang, Ramadhan pun tiba. Nuansa berbeda dirasakan Lay Suan Kiau saat melihat sang suami mulai shalat, tarawih, puasa, sahur dan berbuka. Di tengah suasana Ramadhan yang syahdu, pintu hati Lay Suan Kiau pun terketuk hidayah. Ia luluh saat melihat sang suami yang hari demi hari akhlaknya berubah drastis menjadi orang yang shalih.
“Saya lihat suami ibadah dan sifat-sifatnya sudah berubah, sama anak-anak lebih perhatian, sama lingkungan sini juga semuanya baik. Mereka mengajarkan kita bagaimana bersikap yang baik sama suami. Kalau kita dulu di agama sebelumnya tidak ada,” ungkap Lay Suan Kiau kepada Relawan IDC.
Tanpa ragu-ragu, ia pun memulai lembaran hidup baru dengan mengucap dua kalimat syahadat dengan mengganti nama hijrah Millah Kurniasih.
“Alhamdulillah saya merasa lebih baik setelah memeluk Islam. Dulu kalau mau ibadah ke situ (klenteng, ed.) selalu mengeluarkan uang. Kalau di Islam tidak begitu, di Islam kita diajarkan sedekah, memberi kepada sesama,” tuturnya.
Alhamdulillah, kini bukan hanya sang istri, namun ketiga anak Rudy Chow Hanafi juga menjadi muallaf, mereka sekeluarga berkumpul di bawah naungan Islam.
...Sebagai muallaf ia rajin beribadah dan bagus akhlaknya. Namun masih kurang sempurna karena belum melaksanakan khitan. Butuh biaya mahal karena usia sudah dewasa dan harus ke dokter bedah...
MENINGGALKAN BISNIS ALAT IBADAH VIHARA, JADI PENGANGGURAN
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Qs Al-‘Ankabut 2).
Pasca memeluk Islam, ujian datang silih berganti menerpa keluarga Rudy Hanafi Chow. Ujian terbarunya adalah ambruknya ekonomi karena saat ini ia meninggalkan bisnis alat-alat ibadah Vihara bersama kawan-kawan sesama Tionghoa. Dalam kondisi pengangguran, ia ditinggalkan dan dijauhi oleh para koleganya.
Berbagai usaha sudah diupayakan tapi semua terkendala modal usaha dan kendaraan.
Rudy Chow pun telah pontang-panting berusaha melamar pekerjaan ke mana-mana, namun jalan keluar belum juga didapat. Ia ingin mendaftar sebagai driver ojek online, namun terkendala tak punya sepeda motor yang memadai.
“Tadinya suami saya kerja dengan sesama orang China, semenjak jadi muallaf ia berhenti dan menganggur. Cari kerja daftar Grab, tapi motor kita tidak bisa,” ujar sang istri.
Dalam kondisi ekonomi yang banyak minus, Rudy Chow sekeluarga berpindah-pindah kontrakan yang murah, lantaran tak kuat membayar uang sewa rumah yang layak.
Saat ini, keluarga muallaf tersebut tinggal di sebuah kontrakan sempit, kawasan Rawa Lumbu Bekasi, Jawa Barat. Rumah petak yang hanya berukuran 3 x 4 meter ini dihuni Rudy Chow, beserta istri dan ketiga anaknya untuk segala aktivitas, termasuk aktivitas intim –astagfirullah.!! Ruang tamu, kamar tidur sekaligus dapur tumplek jadi satu. Saking sempitnya, sang istri terpaksa memasak di luar rumah, bercampur dengan jemuran pakaian dan tempat sampah.
“Kadang kalau hujan airnya masuk, jemuran harus diangkat, masak juga nggak bisa. Kalau tidak nanti basah semua. Dapur saya di dalam berantakan. Campur sama baju, mukena, semua berantakan tidak ada tempatnya. Ada lemari cuma cukup buat baju anak-anak,” ujar Millah.
“Tidur ya sempit, tidak ada kamar, anak-anak bertiga sama saya dan bapaknya,” imbuhnya.
INDAHNYA UKHUWAH ISLAMIYAH
Meskipun hidup susah, Millah Kurniasih justru mengaku baru kali ini ia merasakan indahnya Islam, sebagai agama yang penuh rahmat dan kasih sayang.
Baginya, kesulitan hidup yang dialaminya tak ada apa-apanya dibanding kasih sayang Allah yang ia rasakan lewat jalinan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama Muslim.
Suatu ketika, sang suami Rudy Chow tengah sakit parah hingga harus menjalani operasi. Ironisnya, jangankan datang menjenguk sang suami, tak ada satu pun keluarga mereka sesama Tionghoa yang sekedar bertanya kabar apalagi mendoakan.
“Jadi sedih pak, kenapa saudara kandung tidak pernah menjenguk, sedangkan yang baru kita ketemu saudara Muslim, mereka cari tahu kesulitan kita, bagaimana hidup kita, ditanya terus, kita sampai malu, sama saudara kita sendiri kok susah begitu. Sama saudara Muslim yang baru ketemu berapa bulan sudah seperti saudara sendiri. Mereka selalu tanya, apa yang habis, apa yang diperlukan karena mereka tahu suami saya sudah tidak kerja,” terangnya berurai air mata.
Ujian demi ujian datang dan pergi silih berganti. Semua tak menggoyahkan aqidah, justru menambah keteguhan iman Rudy Chow dan keluarganya. Ternyata, Islam tak seperti yang dilukiskan kebanyakan orang Tionghoa saat masih non muslim dulu. Mereka kerap memandang Islam sebagai agama sesat, radikal dan identik dengan kekerasan serta aksi terorisme.
“Untung saudara sesama Muslim bisa membantu kita, ada saja rejeki dari Allah, itu yang buat kita terharu. Orang kita nggak ada yang nanya. Jangankan orang lain, yang dekat sama kita saja nggak pernah nanya, suami sudah sehat apa belum? Nggak ada yang datang ke rumah sakit lihat, nggak ada satu pun,” jelasnya.
“Jujur sebelum masuk Islam, saya pikir orang Islam itu gimana gitu, tapi setelah masuk Islam saya baru tahu pertalian persaudaraannya kuat,” imbuhnya.
Millah pun semakin yakin bahwa Islam agama yang haq. Itu ia buktikan lewat perjalanan hidup yang ia jalani saat ini.
“Itu yang membuat kita yakin, kalau kita masuk ke agama Islam, benar-benar saya mau menjalankan, karena persaudaraannya yang kuat, sama ajaran agamanya yang benar. Tidak seperti agama yang dulu, saya punya duit, tapi saya nggak mau tahu,” tandasnya.
BUTUH KHITAN PENYEMPURNA KEISLAMAN
Belum seumur jagung Rudy Chow Hanafi memeluk Islam, tetapi keluarga muallaf tersebut dikenal religius. Setiap hari, Rudy Chow mengajak anak-anaknya shalat berjamaah ke masjid. Demikian pula Millah Suan Kurniasih, aktif mengikuti pengajian ibu-ibu.
“Alhamdulillah, saudara kita Rudy Hanafi selain aktif shalat berjamaah di masjid juga sering mengikuti kajian yang diselenggarakan di masjid ini. Selain itu istrinya juga aktif kajian di masjid ini bersama ibu-ibu,” kata Ustadz Ghasyim, sesepuh masjid Raudhatul Jannah Rawa Lumbu.
Afiudin, salah satu jamaah masjid, mengakui Rudy Chow sebagai muallaf yang rajin beribadah dan bagus akhlaknya. Namun ia menyayangkan Rudy masih kurang sempurna menjadi seorang Muslim karena belum melaksanakan khitan. “Anaknya sudah disunat, tinggal Pak Rudy yang mau disunat karena usia sudah dewasa dan harus ke dokter bedah,” imbuhnya.
Afiudin berharap agar Rudy Chow bisa mendapatkan solusi atas himpitan ekonomi yang morat-marit. “Beliau sehari-hari belum ada kegiatan untuk mencari nafkah. Beliau memang membutuhkan modal. Mungkin beliau cocoknya usaha jualan pulsa. Makanya beliau mencari yayasan yang bisa memberikan modal,” harapnya.
INGIN BANGKIT DARI KETERPURUKAN, BUTUH MODAL USAHA
Muallaf Rudy Chow membutuhkan solusi agar bisa menghidupi keluarganya. Sebagai tulang punggung keluarga, ia ingin layaknya kaum Muslimin yang lain, mencari nafkah dengan cara yang halal.
Sebelumnya, Rudy pernah menekuni usaha membuka konter ponsel, servis HP, berjualan pulsa dan aksesorisnya.
“Secara materi kondisi saya sangat kekurangan. Saya punya impian dan berdoa kepada Allah agar bisa keluar dari penderitaan dan bangkit dari kemiskinan. Saya punya keahlian di bidang ponsel sebagai juru jual, servis ponsel. Dulu saya pernah bertahun-tahun menjalani profesi itu,” ujar Rudy.
Rudy amat bersyukur bila ia bisa kembali menekuni profesi tersebut. Namun, modal usaha membuka konter HP tidak sedikit, yaitu sebesar Rp 34.000.000,- (tiga puluh empat rupiah).
“Untuk merintis usaha itu kembali kami membutuhkan dana sekitar 34 juta rupiah. Itu untuk biaya sewa toko, jadi saya langsung tinggal di sana, kita butuh juga etalase dua buah, belanja aksesoris dan pulsa seperti pulsa elektronik, pulsa data dan fisik,” ungkapnya.
PEDULI KASIH MUALLAF, AYO BANTU..!!
Sebagai muallaf yang baru masuk Islam dan dirundung berbagai ujian hidup, Rudy Chow Hanafi beserta keluarganya sangat membutuhkan bimbingan dan bantuan kaum Muslimin untuk memperbaiki nasib serta mempertahankan iman.
Beban berat yang harus dipikul muallaf adalah beban kita semua, karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Muttafaq ‘Alaih).
Semoga dengan membantu meringankan beban muallaf ini, Allah menjadikan kita sebagai pribadi beruntung yang berhak mendapat kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala.
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat...” (HR Muslim).
Infaq untuk membantu kesulitan hidup muallaf ini bisa disalurkan dalam program Peduli Kasih Muallaf:
- Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605 a.n: Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri Syari’ah (BSM), No.Rek: 7050.888.422 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Bukopin Syariah, No.Rek: 880.218.4108 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BTN Syariah, No.Rek: 712.307.1539 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mega Syariah, No.Rek: 1000.154.176 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank CIMB Niaga, No.Rek: 80011.6699.300 a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
- Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497 a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC).
CATATAN:
- Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 9.000 (sembilan ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.009.000,- Rp 509.000,- Rp 209.000,- Rp 109.000,- 59.000,- dan seterusnya.
- Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: infaqDakwahCenter.com.
- Bila biaya sudah tercukupi/selesai, maka donasi dialihkan untuk program IDC lainnya.
BERITA TERKAIT: